PENYEBAB RENDAHNYA BUDAYA LITERASI DI INDONESIA

Rendahnya
literasi di Indonesia disebabkan oleh masyarakat yang kurang sadar akan
manfaatnya. Lebih dari itu, beberapa orang bahkan masih belum mengerti makna
literasi. Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Keduanya belum menjadi
budaya di negara kita. Padahal, perkembangan ilmu dan budaya harus dimulai dari
keduanya
Beberapa
lembaga survei menyatakan fakta tentang rendahnya budaya literasi di Indonesia.
Programme for International Student Assessment (PISA) menyebutkan, pada tahun
2012 budaya literasi di Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negera yang
disurvei. Pada penelitian yang sama ditunjukkan, Indonesia menempati urutan
ke-57 dari 65 negara dalam kategori minat baca. Data UNESCO menyebutkan posisi
membaca Indonesia 0.001% artinya dari 1.000 orang, hanya ada 1 orang yang
memiliki minat baca. Hasil survei tersebut cukup memprihatinkan.
Orang
Indonesia memang lebih terbiasa mendengar dan berbicara dari pada berliterasi.
Coba lihat saja, berapa waktu yang rata-rata orang habiskan untuk menonton
televisi per hari? Berapa waktu yang digunakan untuk mengobrol? Bandingkan
dengan sedikitnya waktu yang disisihkan untuk membaca dan menulis.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya budaya literasi tersebut, antara
lain:
1.
Kebiasaan Membaca Belum Dimulai dari Rumah
Aktivitas membaca masih belum
dibiasakan dalam lingkungan keluarga. Orang tua hanya mengajarkan membaca dan
menulis pada level bisa, belum terbiasa. Padahal, budaya literasi harus
dibiasakan sejak kecil. Misalnya, membiasakan membaca cerita untuk anak atau
mengajarkan menulis buku harian.
2.
Perkembangan
Teknologi yang Makin Canggih
Teknologi yang makin canggih
ternyata turut meninggalkan budaya literasi di Indonesia. Orang-orang lebih
suka bermain dengan gawai daripada membaca. Membaca jadi terasa menjemukan
dibandingkan dengan bermain gawai.
Teknologi yang makin canggih juga
diimbangi dengan media sosial yang makin banyak. Media sosial seperti Facebook,
Twitter, Youtube, Instagram, dan lainnya memungkinkan Anda membaca berita
palsu. Sebetulnya, berita hoax tersebut dapat diperangi dengan budaya literasi.
Teknologi yang makin canggih seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah
wawasan dan bahan literasi.
3.
Sarana Membaca yang Minim
Sarana membaca yang minim ternyata
juga membuat kebiasaan membaca ini sulit dilakukan. Sarana tersebut misalnya
perpustakaan. Buku-buku lama dan minimnya koleksi perpustakaan membuat
orang-orang malas berkunjung.
Sistem inventarisasi perpustakaan
yang membutuhkan waktu lama, sering kali menjadi penyebab buku baru tidak bisa
segera dipinjam. Selain itu, sistem pengadaan buku yang tidak ditangani oleh
orang-orang yang kurang kompeten, membuat koleksi perpustakaan kurang maksimal
di beberapa tempat. Ketersediaan buku-buku berkualitas yang minim juga termasuk
salah satu penyebab orang malas membaca.
4.
Kurang Motivasi untuk Membaca
Kurang minat baca adalah penyebab
rendahnya budaya literasi di Indonesia. Terkadang, beberapa orang merasa tidak
mengerti manfaat membaca sehingga tidak tertarik untuk melakukannya. Membaca
membutuhkan waktu khusus memang, tetapi membaca itu memiliki banyak manfaat.
Guru yang lebih banyak memberikan ceramah kepada siswa juga ikut melemahkan
budaya literasi.
Segala
informasi sudah didapatkan dari guru sehingga siswa kurang terbiasa membaca.
Bahkan, siswa merasa tidak perlu membaca karena menganggap informasi yang
datang dari guru selalu benar.
5.
Sikap Malas untuk Mengembangkan Gagasan
Literasi tidak hanya membaca, tetapi
dilanjutkan dengan menulis. Menulis membutuhkan kosakata yang akan diperoleh
dari membaca.
Setelah memiliki bahan untuk
menulis, tantangan selanjutnya adalah mengembangkan gagasan. Hal tersebut
membutuhkan waktu yang cukup untuk pengendapan ide. Proses itulah yang biasanya
membuat orang malas menulis.
Nah,
Itulah beberapa ulasan penyebab budaya literasi di Indonesia rendah. Padahal,
membaca akan membuka wawasan baru. Sesuatu yang belum Anda temui di lingkungan,
belum diajarkan oleh orang tua, dan belum dijelaskan oleh guru bisa didapatkan dengan
membaca.
Solusi
yang dapat digunakan untuk membangun budaya literasi, beberapa langkah bisa
dilakukan oleh kita semua.
1. Menumbuhkan minat baca sedini mungkin.
Minat membaca diimulai dari keluarga.
Orang tua wajib mendorong putra-putrinya untuk membaca banyak buku. Tak cukup
itu, mereka seharusnya memberi contoh. Mereka harus terlebih dahulu membiasakan
membaca. Mereka dapat menciptakan lingkungan yang mendukung menumbuhkan minat
baca seperti ruang baca dengan buku bacaan. Sebab itu, membeli buku dijadikan
kebutuhan primer yang harus dipenuhi dalam setiap bulannya. Menyisihkan uang
bulanan untuk tujuan di atas menjadi pilihan orang tua bijak dalam
membangun budaya literasi.
Kemudian, sekolah memiliki peran
penting. Di sekolah, anak-anak kudu dibiasakan membaca. Guru memberi teladan.
Mereka menanmkan kepada peserta didik kecintaan terhadap buku. Perpustakaan
sekolah (diupayakan ada) sepantasnya dikelola dengan baik. Sehingga
perpustakaan sekolah menjadi menarik untuk dikunjungi. Di sekolah, budaya tulis
menulis dimulai. Peserta didik diajari menulis. Dalam setiap pembelajaran, guru
dapat menyisipkan kegiatan menulis atau mengarang. Osis dilatih mengelola
majalah dingding.
2. Subsidi buku.
Di beberapa negara maju, pemebelian
buku memperoleh subsidi dari pemerintah. Sebagai nagara berkembang yang
mengejar ketertinggalan di berbagai sektor, tak salah bila Pemerintah Indonesia
mengusahakan hal tersebut. Subsidi akan membantu masyarakat dalam memiliki
serta membaca buku. Ini terlihat mustahil. Tapi selagi ada usaha dari semua
pihak, saya yakin tidak ada yang mustahil.
3. Mengoptimalkan peran perpustakaan
daerah.
Keberadaan perpustakaan daerah selama
ini belum menunjukkan perannya dalam masyarakat. Keberadaanya antara ada dan
tiada. Ini terkait dengan pengelolaan dan pelayanan belum maksimal. Koleksi
buku perlu ditambah. Perpustakaan daerah diupayakan membuat terobosan dengan
kegiatan menarik seperti lomba menulis, lomba baca puisi, atau lainnya. Ke
depan perpustakaan daerah diminta menjadi lokomotif minat baca masyaraat.
Ini sebuah tantangan berat sekaligus tanggung jawab dalam upaya
menamkan budaya membaca dan menulis.
4. Menghargai karya tulis.
Bangsa ini musti belajar mennghargai
karya orang lain. Dan karya tulis sepatutnya memperoleh tempat khusus, melebihi
karya lain. Pemerintah dituntut memilki perhatian khusus pada para penulis.
Pemerintah harus mendorong kegiatan penulisan juga penelitian.
Budaya literasi bangsa kita harus
bangkit. Kita tak boleh terpuruk. Bangun budaya membaca dan menulis dari keluarga.
Kemudian sekolah juga perlu mengambil peran penting menyiapakan generasi gemar
baca dan menulis. Tak tertinggal, pemerintah harus sudah mulai berhitung, kapan
bisa mensubsidi buku untuk rakyat. Sekian artikel mengenai budaya
literasi di Indonesia yang dapat saya paparkan.
Wah...ini menarik sekali.
BalasHapusCara mendapatkan diamond gratis di free fire