Kamis, 04 Januari 2018

PENYEBAB RENDAHNYA BUDAYA LITERASI


PENYEBAB RENDAHNYA BUDAYA LITERASI DI INDONESIA

Hasil gambar untuk animasI LITERASI 
 
Rendahnya literasi di Indonesia disebabkan oleh masyarakat yang kurang sadar akan manfaatnya. Lebih dari itu, beberapa orang bahkan masih belum mengerti makna literasi. Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Keduanya belum menjadi budaya di negara kita. Padahal, perkembangan ilmu dan budaya harus dimulai dari keduanya
Beberapa lembaga survei menyatakan fakta tentang rendahnya budaya literasi di Indonesia. Programme for International Student Assessment (PISA) menyebutkan, pada tahun 2012 budaya literasi di Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negera yang disurvei. Pada penelitian yang sama ditunjukkan, Indonesia menempati urutan ke-57 dari 65 negara dalam kategori minat baca. Data UNESCO menyebutkan posisi membaca Indonesia 0.001% artinya dari 1.000 orang, hanya ada 1 orang yang memiliki minat baca. Hasil survei tersebut cukup memprihatinkan.
Orang Indonesia memang lebih terbiasa mendengar dan berbicara dari pada berliterasi. Coba lihat saja, berapa waktu yang rata-rata orang habiskan untuk menonton televisi per hari? Berapa waktu yang digunakan untuk mengobrol? Bandingkan dengan sedikitnya waktu yang disisihkan untuk membaca dan menulis.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya budaya literasi tersebut, antara lain:
1.    Kebiasaan Membaca Belum Dimulai dari Rumah
Aktivitas membaca masih belum dibiasakan dalam lingkungan keluarga. Orang tua hanya mengajarkan membaca dan menulis pada level bisa, belum terbiasa. Padahal, budaya literasi harus dibiasakan sejak kecil. Misalnya, membiasakan membaca cerita untuk anak atau mengajarkan menulis buku harian.
2.     Perkembangan Teknologi yang Makin Canggih
Teknologi yang makin canggih ternyata turut meninggalkan budaya literasi di Indonesia. Orang-orang lebih suka bermain dengan gawai daripada membaca. Membaca jadi terasa menjemukan dibandingkan dengan bermain gawai.
Teknologi yang makin canggih juga diimbangi dengan media sosial yang makin banyak. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, dan lainnya memungkinkan Anda membaca berita palsu. Sebetulnya, berita hoax tersebut dapat diperangi dengan budaya literasi. Teknologi yang makin canggih seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan dan bahan literasi.
3.    Sarana Membaca yang Minim
Sarana membaca yang minim ternyata juga membuat kebiasaan membaca ini sulit dilakukan. Sarana tersebut misalnya perpustakaan. Buku-buku lama dan minimnya koleksi perpustakaan membuat orang-orang malas berkunjung.
Sistem inventarisasi perpustakaan yang membutuhkan waktu lama, sering kali menjadi penyebab buku baru tidak bisa segera dipinjam. Selain itu, sistem pengadaan buku yang tidak ditangani oleh orang-orang yang kurang kompeten, membuat koleksi perpustakaan kurang maksimal di beberapa tempat. Ketersediaan buku-buku berkualitas yang minim juga termasuk salah satu penyebab orang malas membaca.
4.    Kurang Motivasi untuk Membaca
Kurang minat baca adalah penyebab rendahnya budaya literasi di Indonesia. Terkadang, beberapa orang merasa tidak mengerti manfaat membaca sehingga tidak tertarik untuk melakukannya. Membaca membutuhkan waktu khusus memang, tetapi membaca itu memiliki banyak manfaat. Guru yang lebih banyak memberikan ceramah kepada siswa juga ikut melemahkan budaya literasi.
Segala informasi sudah didapatkan dari guru sehingga siswa kurang terbiasa membaca. Bahkan, siswa merasa tidak perlu membaca karena menganggap informasi yang datang dari guru selalu benar.
5.    Sikap Malas untuk Mengembangkan Gagasan
Literasi tidak hanya membaca, tetapi dilanjutkan dengan menulis. Menulis membutuhkan kosakata yang akan diperoleh dari membaca.
Setelah memiliki bahan untuk menulis, tantangan selanjutnya adalah mengembangkan gagasan. Hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup untuk pengendapan ide. Proses itulah yang biasanya membuat orang malas menulis.
Nah, Itulah beberapa ulasan penyebab budaya literasi di Indonesia rendah. Padahal, membaca akan membuka wawasan baru. Sesuatu yang belum Anda temui di lingkungan, belum diajarkan oleh orang tua, dan belum dijelaskan oleh guru bisa didapatkan dengan membaca.
Solusi yang dapat digunakan untuk membangun budaya literasi, beberapa langkah bisa dilakukan oleh kita semua.
1.    Menumbuhkan minat baca sedini mungkin.
Minat membaca diimulai dari keluarga. Orang tua wajib mendorong putra-putrinya untuk membaca banyak buku. Tak cukup itu, mereka seharusnya memberi contoh. Mereka harus terlebih dahulu membiasakan membaca. Mereka dapat menciptakan lingkungan yang mendukung menumbuhkan minat baca seperti ruang baca dengan buku bacaan. Sebab itu, membeli buku dijadikan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dalam setiap bulannya. Menyisihkan uang bulanan untuk tujuan di atas menjadi pilihan orang tua bijak dalam  membangun budaya literasi.
Kemudian, sekolah memiliki peran penting. Di sekolah, anak-anak kudu dibiasakan membaca. Guru memberi teladan. Mereka menanmkan kepada peserta didik kecintaan terhadap buku. Perpustakaan sekolah (diupayakan ada) sepantasnya dikelola dengan baik. Sehingga perpustakaan sekolah menjadi menarik untuk dikunjungi. Di sekolah, budaya tulis menulis dimulai. Peserta didik diajari menulis. Dalam setiap pembelajaran, guru dapat menyisipkan kegiatan menulis atau mengarang. Osis dilatih mengelola majalah dingding.
2.    Subsidi buku.
Di beberapa negara maju, pemebelian buku memperoleh subsidi dari pemerintah. Sebagai nagara berkembang yang mengejar ketertinggalan di berbagai sektor, tak salah bila Pemerintah Indonesia mengusahakan hal tersebut. Subsidi akan membantu masyarakat dalam memiliki serta membaca buku. Ini terlihat mustahil. Tapi selagi ada usaha dari semua pihak, saya  yakin tidak ada yang mustahil.
3.    Mengoptimalkan peran perpustakaan daerah.
Keberadaan perpustakaan daerah selama ini belum menunjukkan perannya dalam masyarakat. Keberadaanya antara ada dan tiada. Ini terkait dengan pengelolaan dan pelayanan belum maksimal. Koleksi buku perlu ditambah. Perpustakaan daerah diupayakan membuat terobosan dengan kegiatan menarik seperti lomba menulis, lomba baca puisi, atau lainnya. Ke depan perpustakaan daerah diminta menjadi lokomotif  minat baca masyaraat. Ini  sebuah tantangan berat sekaligus tanggung jawab  dalam upaya menamkan budaya membaca dan menulis.
4.    Menghargai karya tulis.
Bangsa ini musti belajar mennghargai karya orang lain. Dan karya tulis sepatutnya memperoleh tempat khusus, melebihi karya lain. Pemerintah dituntut memilki perhatian khusus pada para penulis. Pemerintah harus mendorong kegiatan penulisan juga penelitian.

Budaya literasi bangsa kita harus bangkit. Kita tak boleh terpuruk. Bangun budaya membaca dan menulis dari keluarga. Kemudian sekolah juga perlu mengambil peran penting menyiapakan generasi gemar baca dan menulis. Tak tertinggal, pemerintah harus sudah mulai berhitung, kapan bisa mensubsidi  buku untuk rakyat. Sekian artikel mengenai budaya literasi di Indonesia yang dapat saya paparkan.

1 komentar:

KARYA SENI RUPA TERAPAN DAERAH SETEMPAT

KARYA SENI RUPA TERAPAN DAERAH SETEMPAT Seni rupa dibedakan menjadi dua, yaitu seni rupa murni dan seni rupa terapan. Karya seni rupa...